Sidang skripsi di fakultas saya terbuka untuk umum (asal
ruangannya cukup). Setiap mahasiswa dari semester awal hingga akhir, boleh
menyaksikan sidang skripsi tersebut. Tetapi kebanyakan mahasiswa yang mengikuti
sidang skripsi adalah mahasiswa tingkat akhir. Termasuk saya. Menjelang akhir
penulisan skripsi, saya mulai rajin mengikuti sidang skripsi teman-teman. Saya
memperhatikan, mencatat, bahkan merekam pertanyaan-pertanyaan penguji. Terutama
mereka yang terkenal killer.
Tidak terlalu banyak trik2 yang saya dapat dari hasil
menyaksikan sidang skripsi teman-teman saya. Justu ketakutan yang saya dapat.
Pasalnya, tidak sedikit mereka yang lemas, bahkan menangis saat mereka harus
keluar sebentar menunggu detik-detik lulus atau tidaknya skripsi mereka.
Ffiiuh.. ketar-ketir juga ini kalau dapat penguji yang killer. Mendapat
penguji yang killer maupun yang sebaliknya, bukan wilayah kekuasaan
kami. Biasanya kami mengetahui kapan jadwal sidang dan siapa pengujinya maksimal
sehari sebelumnya.
Pertanyaan-pertanyaan yang tidak terduga, gugup, malu kalau
tidak bisa jawab, dan hei, katanya semua persiapan kita bisa mendadak hilang
lho saat duduk di “kursi panas”. Hal ini membuat saya mengulur-ulur waktu
mendaftar sidang. Hingga motivasi dari bapak datang:
“Ngga usah ragu Nak, jangan jadikan sidang skripsi itu segalanya. Kalaupun ada kritik ya itu berarti baik bagimu, ambil sebagai pelajaran. Kalau tidak bisa jawab, ya berarti harus belajar lebih giat. Bapak dan Ibu di rumah selalu berdoa yang terbaik. Jangan takut.”
Nyess banget deh denger kalimat dari babe, meskipun Cuma lewat telepon. :D
Skripsi teman-teman saya kebanyakan beraliran korelasi.
Sedangkan skripsi saya beraliran komparasi. Umumnya dari 10 sidang skripsi,
hanya 1 yang beraliran komparasi. Ditambah aliran saya ini adalah mengenai
sekolah RSBI. Setahu saya bahkan diantara teman-teman, cuma 2 orang –saya dan
seorang teman- yang melakukan penelitian
di sekolah RSBI. Terlebih lagi, saya meneliti pada 4 sekolah berbeda, sedangkan
teman saya hanya pada 1 sekolah RSBI, itupun genre nya korelasi juga.
Uji prasyarat hipotesis pada semua skripsi yang ada di
perpustakaan menyatakan bahwa sampel yang diambil berasal dari populasi yang
normal dan homogen. Sementara uji prasyarat pada skripsi saya *mungkin* satu-satunya
skripsi yang uji prasyaratnya tidak normal dan tidak homogen. Kalau
dipikir-pikir memang ada benarnya *menurut saya*. Misal Uji homogenitas -yang
digunakan untuk menguji apakah populasi yang dipakai tersebut homogen atau tidak-
kalau dilihat-lihat ya bener kalau cenderung heterogen, wong diambil dari empat
sekolah. Dengan guru yang berbeda, jam belajar yang berbeda, dan lingkungan
sekolah yang berbeda pula. Karena ketidaknormalan dan ketidakhomogenan itulah,
skripsi saya menggunakan Uji Statistik Non Parametrik dengan Uji U Mann
Whitney.
Tibalah saat sidang. Waktu itu hari Rabu tanggal 08-08-2012
pukul 08.00 WIB. Tanggal dan jamnya cantik. Bertepatan dengan tanggal 20
Ramadhan. Segala persiapan sudah matang. Tapi mungkin karena gugup atau apalah,
membuat malam harinya ngga bisa tidur. Sehingga waktu pagi, saya agak kurang
enak badan dan suhu badan saya cukup tinggi waktu itu. Tak lupa meminta restu
orang tua dan saudara-saudara. Dan akhirnya duduklah saya di kursi panas itu.
Foto di bawah ini
Suasana Sidang |
dari kiri adalah Penguji 2. Drs. Suparyan, M.Pd., di tengah merupakan penguji 1. Sekaligus
kaprodi Pendidikan Matematika, Bapak H. Abdul Taram, M.Si., dan paling kanan
adalah dosen favorit yang humoris, cerdas, lulusan Perancis sekaligus dosen
pembimbing saya Dr. Suparman, M.Si., DEA. Di tengah, berhadapan dengan pak
Taram, yang paling cantik sekaligus jadi pusat perhatian waktu itu, ya tentu
saja saya. :D
Sehabis subuh pada hari sidang tersebut, Pak Parman mengirimi
saya sms, memotivasi, mendoakan, dan sedikit memberi trik. Ini salah satu
pengayem juga disaat sedang gugup. :D
To Be Continue...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar