Judul di atas agak lebay emang. :D
Tibalah pada saat diri ini menduduki tingkat -yang seharusnya- paling tinggi dalam skala pendidikan perguruan tinggi. Tak seperti teman-teman
yang berduyun-duyun mendaftarkan judulnya ke TU Fakultas -bahkan pada saat
mereka baru saja selesai PPL-, saya justru masih kalem, adem, dan santai. Tak mau cepat-cepat
lulus karena belum mau melepaskan status sebagai mahasiswa *alasan sebenarnya
belum dapat judul*. :D
Saat itu saya berpendapat bahwa skripsi ini harus benar-benar
bermanfaat, karena skripsi saya ini adalah hasil dari belajar selama kurang
dari 4 tahun. Saya harus membuat skripsi yang berbeda. Kalau perlu, skripsi ini
belum pernah di buat oleh –minimal- kakak-kakak tingkat saya di
universitas. Beberapa judul sudah di
tangan, bimbingan kepada dosen wali sudah beres. Tapi saya masih belum sreg
dengan judul itu. Tanpa sengaja, saya menyaksikan tayangan berita di TV tentang
sekolah RSBI. Dan ide itu pun datang. Saya segera mendaftarkan judul tersebut
ke TU tanpa bimbingan ke dosen wali *maaf Bu, saya lancang* dan tak lupa saya
cantumkan 2 dosen yang saya pilih sebagai pembimbing.
Dosen pertama adalah Drs. Suparman, M.Si, DEA. Beliau adalah
salah satu dosen favorit saya. Beliau hanya mengajar saya pada satu mata kuliah
yaitu Metodologi Penelitian (Metopen). Idenya yang kreatif, pengalaman yang
luas, penyampaian materi yang menarik, bahasa Inggris yang bagus, membuat saya “jatuh
cinta” kepada beliau. :D
Dosen kedua adalah Ibu Uswatun Khasanah, M.Si. Beliau dosen yang cerdas, cara mengajar yang patut dijadikan contoh, dan kalau sampai matakuliah ibu ini ngga dapat nilai A, wuuuh.. berarti ngga konsen waktu kuliah. *kaya saya :D*. Alasan lain saya memilih beliau, karena hubungan kami yang cukup baik. Hehe. Kalau hubungan sudah baik, kan mau lobi lobi bisa dipermudah. >:) Beliau sempat mengusulkan saya untuk mengikuti Mawapres, karena bahasa inggris saya dianggap lumayan. Jadi ceritanya begini, dulu ada dosen dari Malaysia, Jerman, dan Inggris yang mampir di kelas Ibu Us. Waktu itu saya ada di kelas tersebut. Dosen-dosen tersebut menawarkan untuk studi lanjut ke negara masing-masing. Dimulai oleh dosen dari Jerman. Dia berbicara bahasa Inggris logat Jerman yang tidak jelas sama sekali. Bicaranya seperti di seret-seret. Selesai presentasi, dilanjutkan dosen dari UK. Nah, kalau bapak ini sepertinya agak paham dengan kebingungan kami. Dia berbicara dengan bahasa Inggris yang sangat tenang dan pelan. Sehingga sedikit demi sedikit, kami paham. Intinya promosi kampusnya lah. Lalu beliau mempersilahkan kami untuk bertanya. Karena tidak ada yang mengacungkan jempol *eh jari untuk bertanya, sayapun iseng tanya, “Mister..bla bla bla..” Intinya gimana kultur belajar di UK, adakah mahasiswa Indonesia di sana? Major nya apa aja. Lalu si Mister menjawab bla bla bla. Sebenarnya saya ga mudeng apa yang di maksud, karena bicaranya mulai cepat, dan dia seperti curhat. Hanya sedikit kalimat yang saya tangkap yaitu “we will pay your study until your graduation in UK”. Biar ga terkesan satu arah, saya menyela sedikit dengan pertanyaan, ”Is it like scholarship?” Dan dia jawab, “yah, thats true and bla bla bla” saya Cuma manggut-manggut sok paham, padahal enggak. :D. Waduh kok nyampai sini. Oke kita kembali ke Skripsi.
Setelah menunggu sebulan lebih, akhirnya pengumuman diterimanya judul itu keluar juga. Dan Pak Parman lah yang menjadi dosen pembimbing saya. Sayapun segera mendatangi beliau dan respon terhadap judul saya sangat baik. Awalnya saya hanya memakai satu sekolah untuk penelitian. Tapi menurut pak Parman, skripsi saya akan lebih bermanfaat bila dilakukan di sekolah se-DIY. Wah, kalau yang ini saya agak shock. Karena sekolah RSBI di DIY itu, berarti saya harus ke Gunungkidul, Sleman, dan Bantul. Lalu saya pun menawar supaya lingkupnya lebih kecil, akhirnya diputuskan untuk meneliti sekolah RSBI di Kota Yogyakarta. Tidak terlalu banyak, hanya 4 sekolah. Menurut beliau skripsi saya ini termasuk golongan “aman”. Artinya, bila hasilnya tidak sesuai dengan hipotesis, maka tidak apa-apa. Bisa dipakai peneliti selanjutnya untuk mencari masalah lain. Sedangkan bila berhasil, maka skripsi saya bisa diajukan ke dinas pendidikan kota, karena dengan skripsi saya, paling tidak dispenda dapat mengambil kebijakan baru tentang sekolah RSBI di Kota YK. Hmmm.. saya semakin bersemangat, mungkin ini salah satu jalan yang diberikan, yang sesuai dengan harapan saya. Yakni skripsi yang benar-benar bermanfaat. ^_^
To be Continue....
:-bd
BalasHapusjadi? apa judulnya?
Hehehe.. Bercandaan di artikel sebelah ngga usah dibawa serius lhoo..
HapusJudulnya agak panjang, intinya semakin tinggi nilai b.inggris anak2 RSBI itu mengakibatkan nilai mtk nya semakin tinggi atau tidak. secara mtk kan bahasa simbol, tanpa ada kalimat pembantupun soal mtk sebenarnya sdh bisa langsung dikerjakan.
hmm... menarik... :D
BalasHapusjadi hipotesis nya gimana? kesimpulannya apa?
klo yang saya tau, otak kiri digunakan untuk Bahasa verbal, Matematika, Logika, Angka2, Urutan2, Penilaian, Analisis, Linier dan semacamnya. kemudian pernah baca penggunaan multi bahasa dapat meningkatkan fungsi otak (g tau sumbernya bener pa ngga). Artinya, kethok'e ngaruh deh... bukan masalah pakai bahasa pengantar atau bukan, tapi kaitannya dengan kecerdasan. :D
ok, cuma sekedar komen dari orang yang g punya kompeten di bidang ini... :D
so, maklum kalo salah...
btw ngomong2, yang punya blog udah multi bahasa yah? ada berapa bahasa? :D
Hipotesisnya anak2 yg nilai inggris tinggi akan punya nilai mtk yg lebih tinggi dibanding dengan yang nilai inggrisnya rendah. Hasilnya sesuai hipotesis.
HapusOo,, gitu ya, Anda lebih banyak tahu dan kompeten malah. :-)
Ada pendapat lain dari Howard Gardener, kl manusia punya 7 kecerdasan. Umumnya manusia hnya punya 1 diantara 7. Kalau pinter di linguistik, biasanya lemah di numerik. dan sebaliknya. Kalau pinter 7 sekaligus, jenius kui. :D
Multi bahasa? yang ditanya belum lebih multi dari yang bertanya. :D